1.
Gurindam Dua Belas
Gurindam Dua Belas ditulis
oleh Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, Riau, pada tarikh 23 Rajab 1263 Hijriyah
atau 1847 Masehi dalam usia 38 tahun. Karya ini terdiri atas 12 Fasal dan
dikategorikan sebagai “Syi‘r al-Irsyadi” atau puisi didaktik, karena berisikan
nasihat dan petunjuk menuju hidup yang diridhoi Allah. Selain itu
terdapat pula pelajaran dasar Ilmu Tasawuf tentang mengenal “yang empat” :
yaitu syari‘at, tarikat, hakikat, dan makrifat. Diterbitkan pada tahun 1854
dalam Tijdschrft van het Bataviaasch Genootschap No. II, Batavia, dengan huruf
Arab dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh Elisa Netscher.
2.
Mesjid Penyengat
Sejarah PembangunanMasjid yang menjadi kebanggaan
orang Melayu ini didirikan pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M), atas prakarsa
Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Pelaksanaan pembangunannya
melibatkan seluruh lapisan masyarakat di kerajaan Riau, yang bekerja siang
malam secara bergiliran.Di dalam
masjid, tersimpan kitab-kitab kuno (terutama yang menyangkut agama Islam),
bekas koleksi perpustakaan yang didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi,
Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda menarik lain yang terdapat dalam masjid
adalah mimbar indah dan kitab suci al-Quran tulisan tangan.
Lokasi Masjid ini terletak di Pulau Penyengat Indera
Sakti, Kecamatan Tanjung Pinang Barat, Kepulauan Riau, Indonesia. Pulau
Penyengat berukuran sekitar 2×1 km, berjarak sekitar 2 km dari Tanjung Pinang,
dengan jarak tempuh sekitar 15 menit dengan perahu motor. Masjid Sultan Riau
ini terletak di pelataran. Kemungkinan, lokasi tersebut bekas bukit kecil yang
diratakan, dengan tinggi sekitar 3 meter dari permukaan jalan. Untuk naik ke
masjid, dibuat tangga yang cukup tinggi. LuasMasjid ini berukuran 18×19,80 m,
sementara luas lahannya sekitar 55×33 m.
Arsitektur Dalam kompleks masjid, dari tangga hingga
mihrab, terdapat unit bangunan yang terpisah-pisah, masing-masing dalam
posisi simetris.Dari tangga,
terdapat jalan setapak pada sumbu tengah dari unit bangunan simetris tersebut.
Di halaman kiri dan kanan masjid,ada bangunan berdinding beratap limasan
batu.Masyarakat setempat menyebut bangunan kembar tersebut dengan nama sotoh.
Tempat ini berfungsi sebagai tempat permusyawaratan para ulama dan cendekiawan.
Selain itu, juga terdapat bangunan kembar di sisi kiri
dan kanan, masing-masing berbentuk persegi empat panjang. Sisi terpanjangnya
sejajar dengan arah kiblat. Kedua bangunan ini semacam gardu, tapi besar dan
panjang tak berdinding, mempunyai kolong, dengan konstruksi terbuat dari kayu.
Pintu utama masuk masjid berada di tengah, menjorok ke depan seperti beranda
(porch) dan diatapi kubah. Di tiap sudutnya terdapat pilaster. Denah dan semua
elemen yang ada dalam masjid berada dalam susunan simetris.
Atap ruang utama masjid sangat unik, dan menunjukkan
adanya pengaruh India, dimana arsiteknya berasal. Keunikan itu berupa deretan
melintang dan membujur dari kubah-kubah. Kubah berbentuk bawang, berbaris empat
mengarah kiblat dan berbaris tiga dengan arah melintang. Secara keseluruhan
kubahnya berjumlah 12.Jikaditambah dengan kubah di atas beranda depan pintu
masuk utama, maka jumlahnya menjadi 13.
Masjid memiliki 4 buah menara, posisinya berada di
setiap sudut ruang utama sembahyang, dengan bentuk yang hampir sama. Puncak
menara berbentuk sangat runcing seperti pensil.Tampaknya menara ini dipengaruhi
oleh menara-menara masjid di Turki,yang sebenarnya berasal dari gaya arsitektur
Bizantium. Hal yang sedikit membedakan, menara masjid di Turki runcing, tinggi
dan ramping, sementara menara Masjid Sultan Riau di Penyengat hanya runcing,
namun tidak tinggi dan ramping (gemuk).
Mengenai arti jumlah kubah yang mencapai 13 buah,ada
yang mengatakan bahwa jumlah tersebut melambangkan rukun masjid, dan jika ditambah
dengan jumlah menara yang empat, maka jumlahnya menjadi 17.Ini melambangkan
jumlah rakaat shalat fardlu dalam sehari semalam. Bangunan masjid ini
seluruhnya terbuat dari beton.Di bagian
dalam ruang utama,terdapat empat buah tiang utama.Cerita masyarakat
tempatanmenyebutkan, untuk membangun masjid ini, terutama untuk memperkuat
beton kubah, menara dan bagian tertentu lainnya, dipergunakan bahan perekat
dari campuran putih telur dan kapur.
Perencana berdasarkan cerita turun temurun masyarakat
tempatan, konon arsitek Masjid Penyengat adalah seorang keturunan India yang
bermukim di Singapura. Namun, tidak ada yang mengetahui secara pasti, siapa
nama arsitek tersebut.
3.
Meriam Tegak
Sebuah meriam tegak warisan sejarah masa lampau yang
terletak di kotaDabo Singkep ini , menyimpan misteri yang belum bisa di tolerir
akal sehat manusia , karena dari dulu sampai sekarang meriam tegak ini tidak
pernah bisa dicabut oleh manusia (pemerintah daerah juga ) walau telah
mengerahkan alat berat sekali pun tapi dia tidak bisa tercabut .
Menurut kepala desa batu berdaun, tempat dimana meriam
tegak itu berada , bahwa “ waktu itu kalau tidak salah meriam tegak itu akan di
pindahkan lokasinya ke kantor camat singkep, upaya pemindahan dengan
menggunakan alat berat eskavator tersebut gagal tanpa sebab pasti, alat berat
itu macet berkali-kali , bahkan ketika dipaksakan juga bagian tangan eskavator
itu bengkok ketika berusaha untuk membongkar meriam tegak tersebut. Sehingga
usaha pemindahan itu gagal dan kalau tidak salah udah hampir dua kali
dilakukan. “ kata sukardi , selasa 29-6-2010.(koran lokal sm)
Mengenai asal atau sejarah meriam tegak itu, sampai
saat ini belum ada kepastian atau catatan tertulis, namun ada sumber dari orang
tua terdahulu, bahwa meriam itu di tanam oleh keturunan raja bernama ncek
walek. Namun untuk menjaga benda langka tersebut pemkab lingga menganggarkan
anggaran untuk melestarikannya dengan membuat teralis dan dipasang paping blog agar
terlihat cantik dan terjaga.
4. Bekas Istana Damnah
Yang
tersisa dari bangunan yang dahulunya sangat megah ini hanyalah tangga muka,
tiang-tiang dari sebahagian tembok pagarnya yang seluruhnya terbuat dari beton.
Sekarang puing istana ini terletak dalam hutan belantara yang disebut kampung
Damnah. Istana Damnah didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI-Ahmadi, Yang
Dipertuan Muda Riau X (1857-1899).
4.
Kerajaan Riau Lingga
Raja-raja Kerajaan
Riau-Lingga yang memerintah kerajaan selama periode pusat kerajaan di Daik
Lingga yaitu :
·
Sultan Abdurakhman Syah
(1812-1832)
·
Sultan Muhammad Syah
(1832-1841)
·
Sultan Mahmud Muzafar
Syah (1841-1857)
·
Sultan Sulalman Badrul
Alam Syah II (1857-1883)
·
Sultan Abdurrakhman
Muazzam Syah (1883-1911)
x
Tingginya tingkat
konflik di Selat Malaka, mengakibatkan kerajaan-kerajaan harus melengkapi
keberadaanya dengan berbagai sistem pertahanan. Sistem pertahanan keamanan yang
diterapkan oleh Kerajaan Lingga diantaranya adalah membangun pos-pos
pertahanan, yang sampai saat ini masih dapat kita jumpai yaitu berupa
tanggul-tanggul tanah yang dilengkapi dengan beberapa meriam untuk menjaga
akses masuk ke kerajaan. Tanggul-tanggul tanah itu diantaranya adalah di Pulau
Mepar, Bukit Cening, Kuala Daik dan tanggul tanah yang terdapat di Pabean.